عَنْ عَاصِم بْن مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ أَبِيهِ:
قَالَ أُنَاسٌ لاِبْنِ عُمَرَ: إِنَّا نَدْخُلُ عَلَى سُلْطَانِنَا فَنَقُولُ لَهُمْ خلاِفَ مَا نَتَكَلَّمُ إِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِهِمْ. قَالَ: كُنَّا نَعُدُّهَا نِفَاقًا.
Dari 'Ashim ibn Muhammad ibn Zaid ibn Abdullah ibn Umar, dari ayahnya:
Beberapa orang berkata kepada Ibn Umar: Dahulu jika kami menemui penguasa kami, kami berkata sesuatu yang berbeda dengan apa yang kami katakan ketika kamu sudah keluar dari tempat mereka. Maka Ibn Umar berkata: Yang demikian kami anggap suatu kemunafikan.
Pesan Hadis :
Ibn Umar menjelaskan bahwa berbicara dengan seorang penguasa dengan suatu hal, lalu berbicara dengan hal lain ketika tidak berada di hadapannya dapat dianggap kemunafikan. Karena itu hendaknya seorang muslim selalu berlaku jujur dan terus terang, ketika ia berbicara dengan orang biasa maupun dengan orang yang berkuasa.